Novel Elena (Part 14) - Baca Gratis Disini

Novel Elena ditulis oleh Ellya Ningsih, Banyak yang berharap penulis novel ini akan menjadi the next  Tere Liye. Novel Elena juga memiliki versi cetak yang lengkap. Anda bisa memesannya di nomor WA: 0821 1707 9404

Novel Elena ini ditulis dengan bahasa yang ringan namun bisa mengobrak abrik emosi pembaca. Tak salah jika novel ini menjadi viral media sosial dan selalu ditunggu-tunggu kelanjutan alur cerita oleh pembaca. Ok sekarang silahkan baca Novel Elena Part 14

Bookmark link ini "https://linktr.ee/novel.elena" untuk baca nanti

Baca Novel Elena Part 14 Di Sini Sekarang

Elena terdiam sesaat mengatur napas. Lalu diraihnya tangan kanan Ibnu, diciumnya dengan takzim selama beberapa saat lalu diletakannya kembali tangan itu berpangku ke paha Ibnu.

"Mas aku sudah berpikir masak-masak semalam. Aku mohon maaf atas segala khilafku. Aku sangat bersyukur dan berterima kasih mas sudah banyak bersabar dan berkorban selama ini dalam membimbingku sampai pada hijrahku. Bagiku dipertemukan dan menjadi istrimu adalah anugerah tak terhingga. Aku menyadari kesalahanku terlalu besar untuk dimaklumi. Sakit hati yang aku sebabkan terlalu dalam untuk diobati. Aku tak ingin berlaku dzolim padamu, Mas. Dan aku tak kuasa melanjutkan pernikahan ini jika mas tidak lagi ridha padaku. Jika kau sudah tak menginginkan aku lagi dan jika memang ini akan membuatmu merasa lebih baik, aku ikhlas kau ceraikan setelah masa nifasku selesai."

Novel Elena
Part 14



Suara Elena terdengar bergetar tapi tak ada airmata, ya ia harus belajar menjadi perempuan yang lebih tegar.

Ibnu terperangah tak percaya, bagaimana mungkin hal yang terpikirkan olehnya justru lebih dulu terucap dari bibir Elena. Sesaat terasa lidahnya menjadi kelu, cinta di hatinya tengah mekar ketika Elena menyayatkan sembilu tapi untuk melepaskan Elena pun ia masih ragu.

"Seberapa masak sudah kau pikirkan hal itu?"

"Sejak kau mengeluarkan aku dari rumahmu kemarin ... Tak ingatkah dulu waktu Abah memberikan nasihat pada saat akad nikah kita? 'Jangan keluarkan istrimu dari rumah meski saat bersitegang, mata melotot, rambut di ubun-ubun serasa berdiri bahkan jikalau sampai jatuh talak raj'i!' Kau sudah tak menginginkan aku," Elena menundukkan kepala dalam-dalam.

Ibnu terperanjat, tersadar telah terjadi kesalahapahaman.

"Tidak. Tidak, kau salah paham Elena. Aku tidak bermaksud mengeluarkanmu dari rumah seperti yang kau kira. Aku memang butuh waktu untuk menenangkan diri dan berpikir dengan jernih tapi bukan itu tujuan utamaku menitipkanmu pada Abah dan Ummi.

Alhamdulillah usaha busana muslim dan muslimah kita maju pesat. Insyaa Allaah kita akan membuka toko cabang di Bandung. Bahkan beberapa kerabat menawarkan untuk bekerjasama membuka toko di Kanada. Karenanya aku akan sering pulang larut malam, bahkan bisa jadi tidak pulang. Aku khawatir jika harus meninggalkanmu di rumah hanya berdua dengan Al. Di sini kau akan lebih nyaman, ada Ummi Izza, Abah dan Maryam. Kau bisa setiap hari mendengar ceramah Abah. Ummi akan membantumu mengurus Al sambil menyimakmu murajaah. Dan aku bisa bekerja dengan tenang," Ibnu menjelaskan dengan panjang lebar, mengesampingkan sementara amarahnya bagaimanapun ia masih cinta.

"Ini tanganku di atas tanganmu Mas, mataku tak akan bisa terpejam hingga kau ridha ..." Elena kembali menyentuh tangan Ibnu, masih dengan wajah tertunduk pilu. Sejak hijrah dan sedikit demi sedikit belajar ilmu syar'i rasanya tertampar berkali-kali mengetahui sedemikian tinggi kedudukan suami dalam agama. Suami adalah pintu surga atau neraka bagi istri. Sampai-sampai Rasulullah shallallahu 'alaihim wa sallam bersabda, 'Seandainya aku boleh menyuruh seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang wanita sujud kepada suaminya'.

Hati Ibnu menjadi luluh, ia merasakan ketulusan dalam kata-kata Elena. Bagaimana ia tak jatuh cinta pada kelembutan dan ketaatannya? Ia meletakkan jemari Elena dalam genggamannya. Terasa hangat dan menentramkan.

"Satu hari tak cukup waktu untuk berpikir masak-masak. Jangan biarkan hawa napsumu yang bicara, Elena. Aku mencintaimu karena Allah. Aku ingin sehidup sesurga denganmu. Aku memaafkanmu ... Maukah kau bersabar memberikan aku lebih banyak waktu untuk berdamai dengan masa lalumu? Kita coba lagi pelan-pelan mulai dari awal," tutur Ibnu lembut. Elena tak kuasa menahan haru, airmatanya menetes satu-satu. Diciumnya lagi tangan kekar Ibnu sambil kepalanya mengangguk-angguk setuju.

Dari kejauhan Ummi Izza dan Abah Abdullah memperhatikan sambil tersenyum lega.

Kembali ke pondok, Ibnu berpamitan pada Abah dan Ummi Izza.

"Aku titip Elena, Maryam dan Al ya, Abah, Ummi." Ibnu mencium tangan keduanya, Abah memeluk Ibnu sambil menepuk-nepuk punggungnya.

"Maryam, shalihah. Tolong temani Ibu dan Al ya. Bantu Ibu," kata Ibnu sambil berjongkok.

"Siap, Ayah!" sahut Maryam bersemangat seperti biasa. Diciumnya tangan ayahnya, Ibnu membalas mencium kedua pipi Maryam dan memeluknya.

"Aku akan meneleponmu dan menjemputmu akhir pekan ini saat akikah Al, insyaa Allah. Jaga dirimu baik-baik," kata Ibnu, mencium kening dan ubun-ubun Elena sambil membacakan doa seperti biasanya.

Elena mengangguk dan mencium tangan Ibnu. Mereka semua mengantarkan Ibnu dengan senyum dan salam.

Ummi Izza berbisik pada Elena, "Begitulah nak, ketika kau meyakini bahwa setelah kesengsaraan adalah sebuah kebahagiaan. Dan setelah air mata yang mengalir adalah senyuman. Maka sesungguhnya kau telah melaksanakan ibadah yang amat agung, yaitu ... berprasangka baik kepada Allah."

Elena balas tersenyum dan memeluk Ummi Izza haru, "Jazakumullahu khairan katsiran wa jazakumullahu ahsanal jaza ya Ummi, Abah."

***

Ahad yang sibuk, hari ini akikah Al. Abah sendiri yang memotong dua ekor kambing yang gemuk dibantu para santri. Sedangkan Ummi Izza mengolahnya di dapur dengan para santriwati sambil berbincang santai sesekali sambil tertawa menimpali.

Ibnu datang pagi-pagi dari Bandung lalu mencukur rambut Al yang tertidur di pangkuan Elena. Mereka lalu bersedekah seberat timbangan rambut Al dengan nilai seharga emas. Tak ada ritual khusus, semua dilaksanakan sesuai sunnah dan sederhana.

Ibnu dan Abah sedang membantu para santri membagi-bagikan nasi kotak dari akikah Al kepada warga sekitar ketika sebuah mobil mewah masuk ke halaman dan berhenti di depan pondok Abah.

Sepasang suami istri dengan pakaian tak kalah mewah turun dari mobil. Ibnu lupa menyampaikan hari ini orangtuanya akan datang.

"Assalamualaykum, assalamualaykum!" Pintu diketuk sedikit keras beberapa kali.

Elena keluar dari dalam rumah tergopoh-gopoh sambil menggendong Al.

"Wa alaykumsalam. Oh, ada Mami Papi. Masyaa Allah, sudah lama? Maafkan, sedang menyusui Al di kamar tadi jadi kurang dengar." Elena menyalami kedua mertuanya. Mereka nampak acuh tak acuh.

"Mana Ibnu?" tanya Mami.

"Ibnu sedang membantu Abah membagikan nasi kotak akikah ke warga, sebentar lagi juga pulang. Silahkan duduk dulu Mi, Pi. Tunggu sebentar saya buatkan minum ya," ujar Elena hendak beranjak masuk.

"Tidak usah, kami tidak lama. Ibnu yang mengundang kami kalau bukan ia yang minta kami juga enggan datang," sahut Papi dingin.

Elena merasa canggung, sejak awal mereka memang tidak menyukai Elena.

"Mana, mami mau lihat bayinya!"

Elena maju ragu-ragu. Al menggeliat-geliat lucu di gendongan Elena.

Mami menyibak selimut yang sedikit menutupi, melongok mendekat wajah Al yang mengerjap-ngerjapkan matanya yang coklat kebiruan. Elena pias, dahinya mulai berpeluh. Ketakutan.

"Ini jelas-jelas bukan anak Ibnu!" Mami berteriak keras penuh amarah.

Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kanan, Elena terhuyung ke belakang. Belum sempat Elena menyeimbangkan tubuhnya, mami menjambak kerudung Elena sehingga ia jatuh terduduk memeluk erat-erat Al yang menangis tak kalah takut.

Elena tak melawan, hanya airmatanya saja yang bercucuran sambil terus beristighfar.

"Dasar perempuan murahan tak tahu malu! Seharusnya Ibnu sudah menceraikanmu! Kamu pakai jampi-jampi apa hah! Sampai anakku masih mempertahankanmu!" belum puas, Mami memaki Elena sambil telunjuknya menoyor dahi Elena beberapa kali. Sementara lelaki yang dipanggil Papi itu hanya duduk menyilangkan kakinya sambil menonton.

Ummi Izza setengah berlari keluar menghampiri suara ribut-ribut.

"Astaghfirullah! Elena ..." Ummi Izza mengambil alih Al dari pelukan Elena dan membantunya bangkit.

"Mana suamimu hah! Katanya kalian paham agama? Perempuan macam dia harusnya dihukum rajam sampai mati!" Mami menghardik Ummi Izza dengan mata melotot.

"Sudah. Sudah. Kita tunggu Ibnu datang, suruh dia ceraikan!" akhirnya Papi membuka suara menimpali istrinya.

"Papi! Mami!" suara Ibnu terdengar dari arah luar.

"Ibnu! Kau salah pilih istri! Dia sama sekali tidak shalihah seperti Safitri! Ceraikan! atau Mami tidak sudi bertemu lagi dengan kalian!" seru Mami masih berapi-api.

🍁🍁🍁  Bersambung  🍁🍁🍁

Kesimpulan Novel Elena Part 14

Bagaimana part 14 nya, saya yakin Novel Elena ini akan membawamu ke dalam imajinasi untuk berusaha menebak lanjutan kisahnya bukan? Jangan khawatir kami punya bagian part berikutnya. Silahkan klik navigasi di bawah ini untuk pindah ke part berikutnya.

Bookmark link ini "https://linktr.ee/novel.elena" untuk baca nanti


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url